MAHENDRADATTA: HER ROLES BASED ON ARCHEOLOGICAL INSCRIPTIONS VIEWED FROM FEMINISM APPROACH

Main Article Content

Muhamad Alnoza

Abstract

Berkaitan dengan penelitian yang kerap dilakukan dalam kajian epigrafi, masa Hindu-Buddha menjadi masa yang seringkali dijadikan bahan kajian para ahli epigrafi. Salah satu masa dalam Hindu-Buddha yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah masa Dinasti Isana di Jawa Timur. Selama kekuasaan Dinasti Isana, raja-raja yang berkuasa banyak melakukan inisiasi hubungan diplomasi dengan kerajaan asing. Pembinaan hubungan dengan bangsa asing yang dilakukukan Dinasti Isana sebelum Airlangga berkuasa juga rupanya diikuti pula dengan pembinaan hubungan politik dengan kerajaan Nusantara, yaitu Kerajaan Bali yang dikuasai oleh Dinasti Warmadewa. Mahendradatt? sebagai perempuan berkuasa yang hidup dalam pusaran politik kerajaan Isana (Jawa) dan Bali, telah meninggalkan beberapa tinggalan berupa prasasti-prasasti baik di Jawa maupun di Bali. Prasasti yang ditinggalkan memunculkan suatu pertanyaan mengenai apa peranan dari seorang perempuan berkuasa seperti Mahendradatt? dalam menjalankan hubungan politik antara Jawa dan Bali berdasarkan data prasasti? Metode yang digunakan dalam  menjawab pertanyaan tersebut terdiri dari beberapa tahapan, antara lain tahap formulasi, pengumpulan data, analisis dan interpretasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa prasasti, diantaranya Prasasti Pucangan Sansekerta (Jawa), Buahan  A, Serai A II, Batur Abang A, Sading A dan Bebetin A2. Kesemuanya kemudian di analisis melalui deskripsi isi prasasti. Isi prasasti kemudian diinterpretasi dengan landasan teori arkeologi feminisme.


 


Inscription is a source of writing that is often used by archaeologist to reconstruct past cultures. The study of inscriptions is called epigraphy. The Hindu-Budhist period is one of the periods in which epigraphy is practiced. The current study is focused on the 10th and 11th centuries Isana Kingdom of East Java. In the 10th and 11th centuries, the kingdom had diplomatic relations with several other kingdoms, one of which was with Bali. Mahedradatta as a powerful woman who lived in the political vortex of the Isana Kingdom (Java) was a figure who helped foster diplomatic relations through marriage to King Udayana. The inscription issued by Mahedradatta begs the question of how powerful this woman was in the context of Javanese and Balinese ties. The method used is the archaeological observations, including data collection, analysis and interpretation. The data used in this study include Sanskrit Pucangan Inscription (Java), Bwahan A, Batur Pura Abang A, Sading A and Bebetin A2. The contents of the inscription were the interpreted based on feminism approach. The variables employed cover gender and ethnicity of Mahendratta.

Article Details

Section
Articles

References

Astra, S. I. G. (2002). Lembaga Pemerintahan tingkat Pusat pada Masa GunapriyadharmapatniDharmodayana Warmadewa. Humaniora, 15(27), 127–136. https://doi.org/10.22146/jh.751

Boechari. (1977). Epigrafi dan Sejarah Kuno. Majalah Arkeologi, 1–35.

Carter, Y. (2010). Through a Glass, Darkly: Clouded Perceptions of Feminist and Gender Archaeology. Journal of the Manitoba Anthropology Students’ Association, 28, 94–105. https://doi.org/10.1002/oa.1286

Damais, L.-C. (1952a). III. Études d’épigraphie indonésienne. Liste des Principales Inscriptions Datees de L’Indonesie. Tome, 46(1), 1–106. Retrieved from https://www.persee.fr/doc/befeo_0336-1519_1952_num_46_1_5158

Damais, L.-C. (1952b). IV. Études d’épigraphie indonésienne. Discussion de la Date Des Inscriptions. Tome, 46(1), 7–290. Retrieved from https://www.persee.fr/doc/befeo_0336- 1519_1955_num_47_1_5406

Gilrichst, R. (1991). Women’s archaeology? Political feminism, gender theory and historical revision. Antiquity, 65, 495–501.

Goris, R. (1954). Prasasti Bali I: Inscripties voor Anak Wuncu. Bandung: Masa Baru

Nastiti, S. T. (2017). Perkembangan Aksara Kwadrat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali: Analisis Palaeografi. Forum Arkeologi, 29(3), 175–188. https://doi.org/10.24832/fa.v29i3.94

Ortner, S. B. (2005). Making Gender: The Politics and Erotics of Culture. Retrieved from https://books.google.co.id/books/about/Making_Gender.html?id=XoeDtwMT8zIC&redir_esc =y

Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (2010). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

Saptajaya, I. B. (2008). Pemerintahan Keluarga Warmadewa di Bali serta hubungannya dengan Jawa Timur. In Buku Pusaka Budaya Dan Nilai-nilai Religiusitas (pp. 138–161). Seri Penerbitan Ilmiah Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar.

Sharer, R. J., & Ashmore, W. (2003). Archaeology:Discovering Our Past. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=pUIrAQAAIAAJ&q=Archaeology:Discovering+Our+P ast+2003&dq=Archaeology:Discovering+Our+Past+2003&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwicv OuUibjnAhWc6XMBHRuPA9wQ6AEIKTAA

Soesanti, N. (2003). Airlangga: Raja Pembaharu Jawa. Universitas Indonesia.

Soesanti, N. (2010). Airlangga: His Relation to Kings in South and Southeast Asia. Paradigma: Jurnal Kajian Budaya, 1–14. https://doi.org/10.17510/paradigma.v4i1.155

Surasmi, I. G. A. (2007). Jejak Tantrayana di Bali. Denpasar: Bali Media Adhikarsa.

Thwaites, R. (2017). Making a choice or taking a stand? Choice feminism, political engagement and the contemporary feminist movement. Feminist Theory, 18(1), 55–68. https://doi.org/10.1177%2F1464700116683657

Witasari, V. H. (2009). Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka (Suatu Kajian Ulang). Universitas Indonesia.