VISUALISASI MASKULINITAS PADA DUA ARCA RAKSASA DARI CANDI TAPAN, KABUPATEN BLITAR, PROVINSI JAWA TIMUR
Main Article Content
Abstract
This study discussed the archaeological remains, Two Raksasa Statues of Candi Tapan from a gender perspective, especially the masculinity concept. Two Raksasa Statues of Candi Tapan is giant shapes with hair carvings on the head, face and body. The presence of hair, especially on the face and body, is an element of the statue that is rarely found and that is important to discuss. The method used is the archaeological method, consisting of stages of description, iconographic analysis, and interpretation with masculinity theory. The results show that the depiction of hair in ancient civilizations has a function as an indication of the masculinity concept from people from that period. The visualization of masculinity through the carving of facial and body hair in the Two Raksasa Statues of Candi Tapan related to the concept of masculinity and fertility, as well as the function of the giant statue as a guardian and danger repellent of sacred buildings.
Kajian ini menelaah tinggalan Arkeologi berupa Dua Arca Raksasa dari Candi Tapan dari perspektif gender khususnya maskulinitas. Dua Arca Raksasa dari Candi Tapan digambarkan dalam bentuk raksasa yang dilengkapi dengan pahatan rambut pada bagian kepala, wajah, serta tubuh. Keberadaam rambut, khususnya pada bagian wajah dan tubuh merupakan unsur arca yang jarang ditemui dan penting untuk dibahas. Metode yang digunakan adalah metode arkeologi, terdiri dari tahapan deskripsi, analisis ikonografi, dan interpretasi dengan teori maskulinitas yang berkaitan erat dengan teori gender. Hasilnya menunjukkan bahwa penggambaran rambut pada tinggalan peradaban-peradaban kuno memiliki fungsi sebagai petunjuk tentang konsep maskulinitas yang dianut oleh masyarakatnya. Visualisasi maskulinitas melalui pemahatan rambut wajah dan tubuh pada dua Arca Raksasa Candi Tapan dapat dikaitkan dengan konsep maskulinitas dan kesuburan serta fungsi Arca Raksasa sebagai makhluk penjaga bangunan suci dan penolak bahaya.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Penulis yang naskahnya diterbitkan menyetujui ketentuan sebagai berikut:
- Hak publikasi atas semua materi naskah jurnal yang diterbitkan/dipublikasikan dalam situs E-Journal Walennae ini dipegang oleh dewan redaksi dengan sepengetahuan penulis (hak moral tetap milik penulis naskah).
- Ketentuan legal formal untuk akses artikel digital jurnal elektronik ini tunduk pada ketentuan lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike (CC BY-NC-SA), yang berarti Jurnal Walennae tidak memiliki tujuan komersial, berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan artikel tanpa meminta izin dari Penulis selama tetap mencantumkan nama Penulis sebagai pemilik Hak Cipta.
- Naskah yang diterbitkan/dipublikasikan secara cetak dan elektronik bersifat open access untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan perpustakaan. Selain tujuan tersebut, dewan redaksi tidak bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap hukum hak cipta.
The Authors whose manuscript are published as detailed as follows:
- The publication rights of all Journal manuscript that published in the Walennae E-Journal website are held by the editorial board with the author's acknowledgement.
- Formal legal provisions for accessing digital articles of electronic journals in the decision of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike (CC BY-NC-SA) license, which means Walennae Journal has no commercial purpose, has the right to save, transfer media / format, manage in the form of databases, caring for, and publishing articles without asking permission from the Author as long as it keeps the name of the Author as the Copyright owner.
- Manuscripts published by printed and electronically open access for educational, research and library purposes. In addition, the editorial board is not responsible for copyright infringement
References
Bataviaasch. (1908). Rapporten Comissie in Nederlandsch-Indie voor Oudheidkundig Onderzoek op Java en Madoera. Batavia: Albrecht & Co.
Bhattacharyya, B. (1973). The Indian Buddhits Iconography: Based on Sadhanamala and other Connate Tantric Texts Ritual. New Delhi: Cosmo Publications.
Brandes, J. L. . (1913). Oud-Javaansche Oorkonden: Nagelaten Transscripties. Batavia: Albrecht & Co.
Bright, R. K. (2017). Migration, Masculinity, and Mastering the Queue. Journal of World History, 28(3/4), 551–586.
Cahyono, M. D. (2012). Makna dan Fungsi Simbol Seks dalam Ritus Kesuburan Masa Majapahit. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi, 30(1), 19–44.
Connel, R. W. (2005). Masculinities. Los Angeles: University of California Press.
Dark, K. R. (1995). Theoritical Archaeology. Ithace: Cornell University Press.
Derret, J. D. M. (1973). Religious Hair. Man, 8(1), 100–103.
Dowson, J. (1879). Classical Dictionary of Hindu Mythology and Religion, Geography, History, and Literature. London: Trubner & Co., Ludgate Hill.
Gonda, J. (1956). Ancient Indian Kingship from the Rleigious Point of View. Numen, 3(2), 122–155.
Hardiati, E. S., Djafar, H., Soeroso, Ferdinandus, P. E. ., & Nastiti, T. S. (2010). Sejarah Nasional Indonesia Jilid II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
Huntington, S. L. (1985). Ancient India: Buddhist, Hindu, Jain. New York: Weatherhill.
Maulana, R. (1996). Perkembangan Seni Arca di Indonesia. Depok.
Maulana, R. (1997). Ikonografi Hindu. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Munandar, A. A. (2003). Arca Prajnaparamita Sebagai Perwujudan Tokoh. Depok.
Munandar, A. A. (2011). Catuspatha: Arkeologi Majapahit. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
N’Shea, O. (2016). Royal eunuchs and elite masculinity in the Neo-Assyrian Empire. Near Eastern Archaeology, 79(3), 214–221. https://doi.org/10.5615/neareastarch.79.3.0214
Olson, K. (2014). Masculinity, Appearance , and Sexuality: Dandies in Roman Antiquity Author. Journal of the History of Sexuality, 23(2), 182–205.
Peled, I. (2016). Visualizing Masculinities: The Gala, Hegemony, and Mesopotamian Iconography. Near Eastern Archaeology, 79(3), 158–165.
Prasetyo, B. (2015). Megalitik, Fenomena yang Berkembang di Indonesia. Yogyakarta: Galangpress.
Robins, G. (1999). Hair and the Construction of Identity in Ancient Egypt, c. 1480-1350 B.C. Journal of the American Research Center in Egypt, 36, 55–69. https://doi.org/10.2307/40000202
Soekatno, E. S. H. (1993). Arca Tidak Beratribut Dewa di Bali: Sebuah Kajian Ikonografis dan Fungsional. Universitas Indonesia.
Titasari, C. P., & Zuraidah. (2016). Mengungkap Keberadaan Arca Binatang sebagai Dwarapala pada Beberapa Bangunan Suci di Gianyar Bali. In Inovasi Humaniora, Sains dan Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan (p. 146=153).
Trigangga, Wardhani, F., & Retno, D. (2015). Prasasti & Raja-raja Nusantara. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional.
Wahyudi, D. Y., & Jati, S. S. P. (2018). Arca Dwarapala Raksasa Gaya Seni Kadiri, Singhasari, dan Majapahit. Sejarah Dan Budaya, 12(2), 180–193.
Williams, B. (2008). Chinese Masculinities and Material Culture Author(s): Historical Archaeology, 42(3), 53–67.
Yalçin, S. (2016). Men, Women, Eunuchs, Etc.: Visualities of Gendered Identities in Kassite Babylonian Seals (ca. 1470–1155 B.C.). Bulletin of the American Schools of Oriental Research, (376), 121–