PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN CAGAR BUDAYA BAWAH AIR GUA MOKO, DI KOTA BAUBAU SULAWESI TENGGARA

Main Article Content

Yadi Mulyadi

Abstract

Situs arkeologi bawah air Gua Moko terletak di Pantai Nirwana di Betoambari, Baubau, Provinsi Sulawesi Seiatan. Situs Gua Moko merupakan satu-satunya situs arkeologi bawah air berupa gua yang terdapat di Indonesia. Fakta ini, semakin memperlihatkan bukti bahwa kajian arkeologi bawah air tidak hanya difokuskan pada kapal karam di laut semata. Dalam konteks pengelolaan berbasis komunitas tinggalan arkeologi bawah air, berdasarkan pada sumberdaya lokal berupa sumberdaya budaya termasuk ruang, lansekap dan ekosistem di sekitarnya. Terkait dengan pernyataan tersebut, salah satu yang penting dalam mewujudkan pengelolaan berbasis komunitas adalah perencanaan tata ruang. Hasil kajian memperlihatkan bahwa perencanaan tata ruang yang melibatkan masyarakat dalam konteks kekinian tidak mudah dilakukan. Terdapat banyak nilai, kepentingan, dan aspek lain yang harus diakomodasi. Setidaknya kajian ini menjadi langkah awal dalam perencanaan tata ruang area situs arkeologi bawah air, semoga langkah kecil ini menjadi sesuatu yang besar di masa yang akan datang.

 

The Underwater archaeology sites, named Moko cave located in Nirwana beach which is administratively belonged to Betoambari, Baubau Southeast Sulawesi province. Moko is the only underwater archaeology cave sites in Indonesia. This fact brings us to realize that underwater archaeology study not only focused on the shipwreck at sea. In the context of community-based management of the underwater archeological remains which intended, according to the local resource is in form of cultural resources, including space and landscape and the ecosystem around it. Related to previous statement, one thing that is important in creating community-based management is a spatial region plans. Study conducted shows that the spatial arrangement of a site involving society in the present context is not an easy thing to do. There are a lot of values, interests, sectors and other aspects must be considered and accommodated. However this study expected to at least be a first step in arranging the spatial underwater archaeology heritage area, hopefully, this small step, will be greater someday future.

Article Details

Section
Articles

References

Atmosudiro, Sumijati. 2004. "Khasanah Sumberdaya Arkeologi Indonesia: Peluang dan Kendala Pemanfaatannya". Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: 7 Agustus.

Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Callcott, Stephen Law. 1989. Public and Private Planning Techniques for Rural Conservation. Cornell University.

Cleere, H. F. 1990. "Introduction: The Rationale of Archaeological Management, dalam H. F. Cleere (ed), Archaeological Heritage Management in the Modern World. London: Unwin-Hyman. Hlm. 5-10.

Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemerintah Kota Bau-Bau. 2002. Laporan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bau-Bau.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke Dua puluh: Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Awat, Rustam. 2007. "Alternatif Pengembangan Sumberdaya Budaya di Keraton Buton, Sulawesi Tenggara". Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Soemarwoto, Otto. 1987. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.

Mulyana, Slamet. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Zahari, Abdul Mulku. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni. Jilid I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.