CULTURAL MEANING OF THE USING OF DECORATIONS ON KATANGKA CEMETERIES IN GOWA REGENCY MAKNA BUDAYA PADA PENGGUNAAN RAGAM HIAS DI KOMPLEKS MAKAM KATANGKA KABUPATEN GOWA
Main Article Content
Abstract
This study aims to find out the cultural meaning of the using of decoration on the Cemetery of the Katangka in Gowa Regency. This study is a type of qualitative and narrative research, and the data is described descriptively. There are some stages carried out in this process of research. Starting with the collection of library data, then continue with field data collection which includes the process of direct observation, description, photos and interviews. After that, it is followed by the process of managing
and interpreting data to answer all research questions. From the entire data collection process, it is known that there are several motifs that decorate the tombs of the Kings of Katangka Cemetery, namely floral motifs in the form of blooming flowers and tendrils, geometric and swastikas. All of these decorative motifs symbolize fertility, luck, happiness, prosperity, glory and a better life. The motif was given by the family as a prayer and hope that the buried character would get the best life in the afterlife. This prayer was born out of a feeling of love and sincere affection for the families who have passed away
Penelitian ini mengkaji makna budaya yang terkandung pada ragam hias di Kompleks Makam RajaRaja Katangka di Kabupaten Gowa. Merupakan jenis kualitatif yang bersifat naratif, dengan data yang dijabarkan secara deskriptif. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini. Dimulai dengan pengumpulan data pustaka hingga data lapangan yang meliputi proses observasi atau pengamatan langsung, deskripsi, pemotretan dan wawancara. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pengelolaan dan interpretasi data untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian. Dari seluruh proses pengumpulan data diketahui bahwa, ada beberapa motif yang menghiasi jirat dan nisan pada makam di Kompleks Makam Raja-Raja Katangka, yaitu motif flora berupa bunga bermekaran dan sulur-suluran, geometris dan swastika. Seluruh motif hias tersebut melambangkan kesuburan, keberuntungan, kebahagiaan, kesejahteraan, kejayaan dan kehidupan yang lebih baik. Motif tersebut diberikan oleh keluarga sebagai sebuah doa dan harapan agar tokoh yang dimakamkan mendapatkan kehidupan terbaik di alam sana. Doa tersebut lahir karena adanya rasa cinta dan kasih sayang yang tulus kepada keluarga yang telah berpulang.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Penulis yang naskahnya diterbitkan menyetujui ketentuan sebagai berikut:
- Hak publikasi atas semua materi naskah jurnal yang diterbitkan/dipublikasikan dalam situs E-Journal Walennae ini dipegang oleh dewan redaksi dengan sepengetahuan penulis (hak moral tetap milik penulis naskah).
- Ketentuan legal formal untuk akses artikel digital jurnal elektronik ini tunduk pada ketentuan lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike (CC BY-NC-SA), yang berarti Jurnal Walennae tidak memiliki tujuan komersial, berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan artikel tanpa meminta izin dari Penulis selama tetap mencantumkan nama Penulis sebagai pemilik Hak Cipta.
- Naskah yang diterbitkan/dipublikasikan secara cetak dan elektronik bersifat open access untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan perpustakaan. Selain tujuan tersebut, dewan redaksi tidak bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap hukum hak cipta.
The Authors whose manuscript are published as detailed as follows:
- The publication rights of all Journal manuscript that published in the Walennae E-Journal website are held by the editorial board with the author's acknowledgement.
- Formal legal provisions for accessing digital articles of electronic journals in the decision of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike (CC BY-NC-SA) license, which means Walennae Journal has no commercial purpose, has the right to save, transfer media / format, manage in the form of databases, caring for, and publishing articles without asking permission from the Author as long as it keeps the name of the Author as the Copyright owner.
- Manuscripts published by printed and electronically open access for educational, research and library purposes. In addition, the editorial board is not responsible for copyright infringement
References
Avalokitesvari, N., Fasisaka, I., & Parameswari, A. (2015). Upaya Merekonstruksi Pemahaman Simbol Swastika oleh The Hindu Forum of Britain. Jurnal Hubungan Internasional, 1(03).
Bahrir, S. (2009). Perbandingan Bentuk dan Ragam Hias Nisan Makam Islam pada Wilayah Pesisir dan Wilayah Pedalaman di Sulawesi Selatan [Skripsi]. Universitas Hasanuddin Makassar.
Behrend, T. E. (1989). Kraton and Cosmos in Traditional Java. Archipel, 37(1), 173–187. https://doi.org/10.3406/arch.1989.2569
Budiwiyanto, J. (2007). Bentuk dan Fungsi Ragam Hias pada Pendapa Sasana Sewaka di Keraton Kasunan Surakarta. Gelar, 5(1), 73–95. https://doi.org/10.33153/glr.v5i1.1239
Bulbeck, D. (2013). Sacred Places in Ussu and Cerekang, South Sulawesi, Indonesia: Their History, Ecology and pre-Islamic Relation with the Bugis Kingdom of Luwuq. In Transcending the Culture–Nature Divide in Cultural Heritage. ANU Press. https://doi.org/10.22459/TA36.12.2013.12
Duli, A. (2018). Sistem Penguburan Akhir Jaman Prasejarah Di Sulawesi Selatan. Tumotowa, 1(2), 149–158. https://doi.org/10.24832/tmt.v1i2.17
Haryanto, E. S. (2010). Bentuk, Struktur dan Makna Ragam Hias Singep Tumpangsari Ruang Pendapa Hotel Sahid Kusuma. Journal of Visual Languages & Computing, 11(3), 55. https://doi.org/10.33153/pendhapa.v1i1.1679
Hasanuddin, & Burhan, B. (2011). Bentuk dan Ragam Hias Makam Islam Kuno di Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Walennae, 12(1), 85–100. https://doi.org/10.24832/wln.v13i1.254
Heine-Geldern, R. (1942). Conceptions of State and Kingship in Southeast Asia. The Far Eastern Quarterly, 2(1), 15–30. https://doi.org/10.2307/2049276
Herianto, Sukardi, & Zamhari, A. (2011). Ragam Motif Flora pada Candi Bumiayu sebagai Sumber Pembelajaran IPS Terpada (Sejarah) di Sekolah Menega Pertama Sriguna Palembang. Kalpataru, Jurnal Sejarah Dan Pembelajaran Sejarah, 2(1), 57–68. https://doi.org/10.31851/kalpataru.v2i1.1317
Ilyas, A., Yabu, M., & Hasnawati. (2019). Karakteristik Visual Bangunan Makam Kuno Raja – Raja Gowa di Kompleks Mesjid Tua Katangka (Issue 2) [Tesis]. Universitas Negeri Makassar.
Irwan, I. (2018). Evaluasi Pengelolaan Kompleks Makam Raja-Raja dan Masjid Tua Katangka. Universitas Hasanuddin.
Kuntjoro-Jakti, R. A. D. R. I. (2010). Ragam Hias Nusantara. Humaniora, 1(2), 246–252. https://doi.org/10.21512/humaniora.v1i2.2866
Mahmud, M. I. (2012). Arkeologi Untuk Semua: Bentuk dan Prospek Pemanfaatannya di Papua. Kalpataru, Majalah Arkeologi, 21(1), 39–60. https://doi.org/10.24832/kpt.v21i1.105
Makmur, M. (2017). Ragam Hias dan Inskripsi Makam di Situs Dea Daeng Lita Kabupaten Bulukumba. Kalpataru, Majalah Arkeologi, 26(1), 15–26. https://doi.org/10.24832/kpt.v26i1.88
Makmur, M., Mulyadi, Y., Hasanuddin, Hadrawi, M., Kalsum, N., Sahroni, A., & Wattimena, L. (2022). Tomb Architecture: A Phase of Cultural Development of Bantaeng People in South Sulawesi. Proceedings of the 9th Asbam International Conference (Archeology, History, & Culture In The Nature of Malay) (ASBAM 2021), 102–109. https://doi.org/10.2991/assehr.k.220408.014
Makmur, Purnamasari, N. A., Hasanuddin, Ramli, M., Hadrawi, M., AKW, B., & Sahroni, A. (2022). Nisan Khas Bugis Bone: Pertemuan Budaya Lokal dengan Agama Islam. Walennae, 20(2), 97–112. https://doi.org/10.24832/wln.v20i2.713
Mansyur, E. (2016). Fenomena Akultruasi dan Sinkretisme dalam Perspektif Arkeologi: Ragam Hias di Kompleks Makam Bataliung Jeneponto, Sulawesi Selatan. Jurnal Walennae, 14(1), 45–62. https://doi.org/10.24832/wln.v14i1.40
Mene, B. (2013). Pola Hias Gerabah pada Situs-situs di Kawasan Danau Sentani, Papua. Kapata Arkeologi, 10(2), 67–76. https://doi.org/10.24832/kapata.v10i2.223
Mulyadi, Y., & Nur, M. (2017). Ragam Hias pada Makam di Komplek Mesjid Makam Turikale di Maros Sulawesi Selatan: Kajian Arkeologi Seni. Kalpataru, 26(1), 27–36. https://doi.org/10.24832/kpt.v26i1.222
Nuralia, L. (2017). Kajian Arti dan Fungsi Ragam Hias pada Rumah Tuan Tanah Perkebunan Tambung, Kabupaten Bekasi. Purbawidya, 6(1), 43–60. https://doi.org/10.24164/pw.v6i1.158
Prasetiyo, M. H., & Purwanti, R. (2017). Ragam Hias Tembikar di Wilayah Sumbagsel: Lolo Gedang, Kunduran dan Muak. Siddhayatra, 22(2), 117–132. https://doi.org/10.24832/siddhayatra.v22i2.90
Purnamasari, N. A. (2022). Refleksi Identitas Budaya Makassar dari Penggunaan Nisan Arca di Kompleks Makam Islam di Kawasan Bantaeng, Jeneponto dan Maros. Naditira Widya, 16(1), 39–54. https://doi.org/10.24832/nw.v16i1.478
Rinaldi, & Azmi, S. D. (2020). Ragam Hias Nisan Kompleks Pemakaman Raja Kotalama, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Berkala Arkeologi Sangkhakala, 22(1), 45–54. https://doi.org/10.24832/bas.v22i1.397
Rosmawati. (2008). Kandungan dan Makna Inskripsi pada Kompleks Makam Kuno Katangka. Walennae, 10(2), 34–38. https://doi.org/10.24832/wln.v10i2.191
Rosmawati. (2011). Tipe Nisan Aceh dan Demak -Troloyo pada Kompleks Makam Sultan Hasanuddin, Tallo dan Katangka. Walennae, 13(2), 209–220. https://doi.org/10.24832/wln.v13i2.269
Rosmawati. (2013). Perkembangan Tamadun Islam di Sulawesi Selatan, Indonesia: dari Perspektif Arkeologi dan Sejarah [Disertasi]. Universiti Sains Malaysia.
Suhaedin, E. (2004). Ragam Hias Kreasi (Issue 33).
Triwurjani, Rr. (2018). Ragam Hias Tembikar Matano Korelasinya Dengan Tradisi Tembikar Sahuyn-Kalanay. Purbawidya, 7(1), 1. https://doi.org/10.24164/pw.v7i1.261
Yunus, P. P. (2012). Makna Simbol Bentuk dan Seni Hias pada Rumah Bugis Sulawesi Selatan. Jurnal Seni & Budaya Panggung, 22(3), 267–282. https://doi.org/10.26742/panggung.v22i3.76